twitter


Ibuku pada suatu kesempatan pernah berkata, "Jika kamu berbohong maka kamu akan menutupi kebohonganmu itu dengan kebohongan-kebohongan yang baru". Dan benar saja, aku merasakan ketika bohong menjadi sebuah penderitaan panjang tak  berujung. Terlebih kebohongan itu untuk menutupi sesuatu yang seharusnya tak perlu di tutupi. 
Kali ini aku akan berterus terang dan mengatakannya pada dunia tentang si Dia yang sebenarnya. Siapakah Dia itu? Namanya Ade, seorang laki-laki kelahiran Subang, 17 Mei 1988. Aku memperkenalkan dia di LPM, Lembaga Pers Mahasiswa BSI sebagai sepupu. Yah, awalnya aku yang punya ide jail itu lantaran ia ngin mengikuti jejakku yang eksis menjadi wartawan kampus. Ia bertanya, "Kok Aa nggak pernah di ajak gabung di LPM ?" Aku tersenyum heran mendengarnya, "Emang Aa mau gabung ?"
Ia mengangguk, "Kalau boleh..."
"Ya boleh lah, tapi..." Tiba-tiba siluet masa aktif di SMA dulu tersirat di kepalaku. Aku paling ilfeel saat ada rekan organisasiku yang pacaran di tengah-tengah rapat. Rasa-rasanya tak pantas saja jika sepasang kekasih memadu kisahnya di organisasi, terlebih melibatkannya kedalam urusan rumah tangga. Aaaah, karena alasan itulah akhirnya aku mengajukan satu syarat jika memang dia ingin bergabung di LPM. "Aa nggak boleh bilang ke siapa-siapa kalau kita sebenernya pacaran !"
"Emang kenapa ?"
"Yaah, An nggak enak aja kalau anak-anak LPM tau kita pacaran. Ntar nggak bebas lagi, kalau kita deket-deketaan pasti diledekin, ntar kalau kita ribut atau apa pasti nggak nyaman banget.An pinginnya apapun nanti yang terjadi nggak akan merusak hubungan kita di organisasi.!" Aku sok profesional.
"Umm," Ade menggaruk kepalanya, berpikir sejenak lalu mengangguk, "Gitu ya ? Yaudah terserah deh, yang penting Aa bisa sama-sama terus sama Neng." 
Aku nyengir kuda, "Deal !?"
Dan mulai dari sanalah, aksi kebohonganku dimulai. Aku tak berpikir panjang sebelumnya, saat itu hanya ide iseng tak terkendali yang kemudian menjadi penderitaan panjangku. Kukenalkan Ade pada semuanya sebagai kakak sepupu (Kalau di urut dari silsilah Nabi Adam dan Siti Hawa kita memang bersaudara. Dan yang paling masuk akal ya jadi sepupu itu, sepupu jauuuuuuuuuuh banget). hiihi...
Satu orang, dua orang, akhirnya satu organisasi aku bohongin. Astagfirullah, maafkan aku rekan-rekan. Batunya, ketika itu aku merasa ada yang janggal dengan kedekatan Ade dan seorang temanku.Firasat seorang wanita memang tajam, terlebih Ade orang yang baik (saking baiknya ampe lupa kalau kebaikannya    terhadap temen-temen ceweknya terlalu diumbar di depanku). Pada dasarnya aku tak terlalu peduli, sampai di moment Roadshow LPM yang bertepatan dengan ulang tahunnya aku mempersiapkan kejutan kecil untuknya. Semalaman aku tak tidur untuk membuatnya, tapi kemudian esoknya ia tak menggubris bahkan dengan sengaja bercanda dengan temanku itu tanpa menghiraukanku. An**g! Aku benci sekali melihat adegan itu, hilang sudah kesabaranku. Aku lari meninggalkan semuanya, tergugu di ujung anak tangga tanpa seorang pun yang tahu. Lama-lama karena posisi pentingku di LPM, mungkin mereka sadar akan menghilangnya diriku. Dia menjemputku, bertanya kenapa air mata begitu deras mengalir dipipiku. Huaah, rasanya ingin ku hajar sampai hancur tempurung kepalanya mendengar ia bertanya tanpa dosa seperti itu. Ia benar-benar tak respek, aku kecewa.
"Kenapa Yank ?" Ia menggenggam tanganku. Aku berontak "Bukan urusanmu !" Aku mulai memakinya, memuntahkan semua unek-unek hatiku padanya. Sh*t! Aku menghajarnya dengan keras, aseli saat itu aku kesal sekali. Pasalnya aku merasa tak dihargai, padahal buat aku ucapan terimakasih itu tidak penting, tapi harusnya dia punya sikap untuk menunjukan penghargaannya. Ini bukan kali pertama, dan sepertinya Ade memang dilahirkan dengan sifat yang tak tahu terimakasih. (Tuh, aku jadi kesel setiap kali inget itu).Fuaah...
Singkat cerita, untuk menebus kesalahnanya Ade akhirnya membocorkan rahasia kita dengan satu kebohongan lagi, Dia bilang moment ulang tahun kali ini juga bertepatan tujuh tahunnya jadian aku dengan dia. Padahal ulang tahun hubungan kami adalah tanggal 24 Juni. Aku tak tahu harus bilang apa saat itu, perasaan malu rasa bersalah bercampur menjadi satu. Oh My God, ingin rasanya menutup kepalaku dengan ember saja. Hmmmm....
Setelah acara perayaan ultahnya selesai, Resti bertanya, "Jadi kalian bukan sepupu."
Mukaku merah, "Nggak ko, kita sepupu." Dan satu kebohongan tercipta lagi. Alasannya aku malu ketahuan bohong, makanya bohong lagi. Aiiih, tapi sungguh aku bukan orang yang tak bisa memegang kata-kata. Aku pun sebenarnya tak punya pengalaman berbohong panjang. Orang tuaku selalu mengajarkan untuk selalu berkata jujur. Dan bohonglah jika itu memang bisa menyelamatkanmu dari panasnya api neraka. Ck...ck...ck...aku tak habis pikir, Aku bisa menjadi seorang pembohong kelas kakap. Ampuni aku Tuhan !
Terlebih untuk seluruh anggota LPM. my new family. Maafkan Any ya, sungguh An menyesal, menyesal sekali...
Tapi ini akan menjadi pelajaran buat An, lain kali nggak boleh bohong. Nggak boleh !Apapun alasannya...
Buat Aa, An minta maaf ya gara-gara An kita jadi back street kayak gini. Akhirnya beban segede gunung Uhud itu terlepas juga, A mun (kakak iparkuw) yang selalu merindukan aku kembali menjadi Any yang polos dan jujur, thanks dah buat An mati kutu dan kapok buat bohong lagi...
Semoga, kalian juga jangan pada bohong ya!:-)


Aku tergelitik sendiri ketika rekanku, Fakhrina Amalia memanggilku dengan sebutan Ukhti Any Althofunisa. Aku tertawa selebar mungkin sambil mengaminkan panggilannya dalam hati. Ya, aku ingin seperti tokoh jelmaan Habiburahman Elshirazy itu dalam novel KCB-nya. Wanita anggun yang soleha, jebolan Al-azhar yang kemudian di persunting Khoirul Azam setelah gagal di pernikahan pertamanya dengan Irsyad.
Aku ingin seperti Ana yang cerdas menyuarakan cintanya, yang banyak pengetahuan keagamaannya dan cantik budi pekertinya. Tapi rasa-rasanya Amel, sahabatku itu berlebihan dengan memanggilku Any Althofunisa lantaran Senin kemarin aku menggunakan gamis ungu bercorak bunga-bunga kecil yang menurutnya cocok sekali denganku. Yah, itu kali pertamanya aku mengenakan gamis lagi setelah bertahun-tahun nyaman dengan jeans dan kaos kedodoran. Bukan sekedar tak ada lagi baju atau apapun yang seperti aku utarakan pada beberapa temanku. Hari itu aku memang sengaja mengawali memakai gamis sebagai tanda hijrahku dari yang tadinya berstatus pacaran dengan seseorang kemudian berakhir (red-putus). Aku berharap sepeninggalnya aku menjadi pribadi yang lebih baik, yang kuat dan rendah hati.
Kembali ke laptop, eits...
Ke Any Althofunisa maksudku, yah...semoga saja ini adalah awal yg baik untuk menjadi yang terbaik. walau sebenarnya agak ragu karena aku masih saja bergelut dengan dunia keperkasaan, seperti karate, teknisi, dan ibu sekaligus bapak kost yang tak ragu benerin genteng bocor ataupun benerin antene teve. Aku juga masih cinta dengan bongkar alat-alat elektronik daripada mencuci dan menyetrika. kelebihanku sebagai seorang wanita rasa-rasanya tak ada selain pintar mencicipi masakan. hanya mencicipi ? Hihihihi....
Thanks Amel, Panggilanmu sebuah doa untukku...